on
PAI
Sejarah Azan
- Get link
- X
- Other Apps
Bab 4 : Utang Piutang- Pengertian, Hukum, Ketentuan, Lembaga, Dll- Hallo semua, pada kesempatan kali ini kita akan membahas materi tentang Utang Piutang dalam Islam lanjutan dari pembahasan materi yang kemarin yaitu tentang Pinjam Meminjam dalam Islam.
Sedangkan dalam kegiatan utang piutang jika utang tersebut dalam bentuk pembelian barang, maka dapat menjadi milik pribadi (penghutang) secara penuh, apabila hutang telah lunas, misalnya hutang mobil, rumah atau barang lainya.
Hukum utang piutang pada asalnya adalah mubah atau boleh, namun bisa berubah menjadi sunah, wajib, atau haram tergantung dari latar belakang alasan yang mendasarinya.
Lebih lengkap penjelasanya sebagai berikut :
Dasar hukum yang digunakan dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 2 dan hadits Nabi Muhammad Saw., di bawah ini :
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Rabbnya, dan janganlah ia mengurangi sedikitpun dari hutangnya. Jika yang berhutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakkan, maka hendaklah walinya mengimlakkan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang lelaki (di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-saksi yang kamu ridhai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya.Janganlah saksisaksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis hutang itu, baik kecil maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu. (Tulislah muamalahmu itu), kecuali jika muaamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu, (jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Mahamengetahui segala sesuatu”
Kaidah fikih berbunyi:
Hal ini sebagaimana hadits berikut ini:
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda: “Barangsiapa yang mengambil harta orang lain (berhutang) dengan tujuan untuk membayarnya (mengembalikannya), maka Allah Swt. akan tunaikan untuknya. Dan barangsiapa mengambilnya untuk menghabiskannya (tidak melunasinya), maka Allah Swt. akan membinasakannya”. (HR. Bukhari)
Allah Swt. berfirman:
Lembaga Keuangan Syariah (LKS) di samping sebagai lembaga komersial (mencari keuntungan), juga berperan sebagai lembaga sosial (tidak mencari keuntungan). Bentuk peran LKS sebagai lembaga sosialnya diantaranya Qarḍ al-Hasan yaitu melayani utang piutang tanpa mengambil bagi hasil keuntungan.
LKS sebagai lembaga komersial melayani utang piutang dengan akad di antaranya :
LKS sebagai lembaga sosial melayani utang piutang dengan akad Qardh Al Hasan (pinjaman kebajikan). Prinsip utang piutang dalam sistem Qardh Al Hasan yakni : suatu akad hutang kepada nasabah dengan ketentuan hanya mengembalikan pokok hutang, tanpa adanya penambahan bagi hasil keuntungan
Demikianlah materi tentang Bab 4 : Utang Piutang. Semoga bermanfaat ....
Referensni : Buku Siswa Fiqih Kelas 9 MTs.
Baca juga :
Comments
Post a Comment
Jangan Lupa Tinggalkan Komentar Anda